Aghnia, pernah bercerita kalau adik pacarnya sempat diterima di Ilmu Komunikasi UI. Tetapi, adik pacarnya itu lebih memilih kuliah di tempat lain. Saat itu, yang ada di pikiran saya adalah sangat disayangkan kesempatan kuliah di Ilmu Komunikasi UI yang susah ditembus itu ditolak. Tentu banyak pertimbangan untuk membuat pilihan itu. 

Mengingat kembali kejadian tersebut bisa disamakan dengan apa yang baru saya alami. Banyak orang yang ingin bekerja di Garuda Indonesia, sebuah BUMN besar yang sedang menuju target Quantum Leap-nya. Terlebih, banyak orang (bahkan orang-orang hebat yang saya kenal) yang ingin menjadi MT (Management Trainee) Garuda Indonesia, sebuah program pendidikan yang (katanya) berada di bawah pengawasan langsung CEO Garuda Indonesia, Bapak Emirsyah Satar. Program ini diproyeksikan membentuk SDM berkualitas untuk menduduki jabatan struktural di Garuda Indonesia. 

Sulit untuk menembus MT Garuda Indonesia. Pengalaman saya, lebih dari 10 tes harus dijalanin, memakan waktu hampir 10 bulan, serta perjalanan melelahkan ke Garuda Training Center di Duri Kosambi Cengkareng maupun ke Garuda Head Office di Bandara. Rangkaian tes tersebut yaitu :
  1. Tes Kemampuan Dasar (Tes Psikologi Dasar, Matematika, dan Bahasa)
  2. Tes Psikologi Lanjutan (SHL). Tes ini dibagi lagi menjadi beberapa hari pertemuan, yang terdiri dari tes tertulis, simulasi kasus, dan FGD
  3. Wawancara Psikologis dan HR
  4. TOEIC
  5. Wawancara User dan Problem Solving. Pada tes ini, kandidat diwawancarai langsung oleh salah satu Senior Manajer di Garuda Indonesia dan diberi kasus. Kami diharuskan mempresentasikan analisis kasus tersebut beserta dengan rekomendasi solusinya.
  6. Medical Check Up
  7. Background Check (ASKAM). Selesai tahap ini, kami harus menunggu hampir 3 bulan. Pihak Garuda Indonesia kembali membuka rekrutmen MT dikarenakan kuota calon MT yang disediakan belum mencukupi. Pada tahap ini saja, hanya tersisa 14 orang.
  8. Pantuhir dengan Board of Director. Diwawancarai langsung oleh Direktur Garuda Indonesia, Bapak Elisa Lumbantorun dan Bapak Faik Fahmi, saya kembali diberi kasus dan harus kembali mempresentasikan analisis kasus tersebut beserta dengan rekomendasi solusinya.

Perjuangan membuahkan hasil. Dari 14.000 pendaftar, saya masuk dalam 13 orang yang lolos menjadi MT Garuda Indonesia. Mendengar kabar yag sangat saya tunggu-tunggu itu, tangis saya pecah karena senang dan bangga. Bahkan, saat tidak sengaja bertemu dengan Bapak Elisa Lumbantorun di sebuah awarding night, saya bercerita dengan sangat antusias mengenai kabar terakhir proses MT Garuda Indonesia tersebut. 

Kemudian, kami menjalani briefing kepegawaian. Sampai sejauh itu, tidak ada yang bisa menghalangi saya untuk bergabung dengan Garuda Indonesia. Tunangan dan keluarga menyerahkan semua keputusan di tangan saya. Rencana menikah tahun ini pun diperbolehkan oleh pihak Garuda Indonesia. 

Dalam briefing kepegawaian tersebut, mulai diperoleh informasi jelas mengenai semua program MT dari yang sebelumnya terdengar samar-samar. 

Dari segi materi, gaji awal yang ditawarkan Garuda Indonesia hampir sama dengan apa yang saya peroleh sekarang dan ada kemungkinan naik setelah masa pendidikan. 



Dari segi waktu, tentu akan lebih banyak memakan waktu karena harus kembali menjalani pendidikan selama satu tahun. Ada pula kemungkinan untuk ditempatkan di luar Jawa selama atau saat selesai pendidikan nanti. Menjalani pendidikan, waktu, dan lokasi penempatan bukan menjadi masalah, justru akan menjadi tantangan. Saya yakin bisa menjalaninya. 

Dari segi karir, apa yang ditawarkan program MT sangat menggiurkan untuk mencapai jenjang karier tinggi di Garuda Indonesia. Status pegawai BUMN pun terkesan prestige. Garuda Indonesia juga bisa menjadi batu pijakan untuk bekerja di Singapore Airlines atau Qatar Airways. 

Namun, kemudian saya mulai mempertimbangkan banyak hal. Mulailah galau selama seminggu sebelum akhirnya memberi keputusan, bergabung atau tidak dengan Garuda Indonesia. Seminggu itu merupakan masa yang berat, namun ternyata petunjuk datang dengan sendirinya. 

Saya berpikir, apa yang ingin saya kejar dan dapatkan? Karier, materi, kebahagiaan? Materi yang saya dapat sekarang sudah lebih dari cukup. Jabatan sekarang sebagai pro manager sudah bisa membuat saya senang. Saya tidak tertarik menjadikan Garuda Indonesia sebagai batu loncatan untuk bekerja di perusahaan asing. Saya tidak peduli akan sebuah status “pegawai BUMN” jika status “karyawan BUMS” sudah bisa memberikan ketenangan dan kenyamanan bekera, hal yg sudah lama saya impikan. Saya tidak tertarik lagi untuk ngoyo mengejar karier. 

Saya bersyukur dan bangga bisa bekerja di perusahaan sekarang, salah satu perusahaan besar di Indonesia. Perusahaan yang diimpikan banyak orang untuk bisa bekerja di dalamnya. Perusahaan yang sangat peduli kepada karyawannya. Perusahaan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan mungkin, jika perusahaan ini hancur, maka ekonomi Indonesia pun bisa hancur (lebay). Perusahaan yang membuat saya bisa memiliki teman-teman dan atasan yang sangat baik, lingkungan yang kondusif, dan yang terpenting pekerjaan yang saya sukai dan sesuai dengan ilmu selama di bangku kuliah.

Terpenting, teringat perkataan Mira. Perempuan itu suatu hari nanti akan sampai juga pada titik tolaknya, untuk memilih antara karir atau keluarga. Saya memutuskan untuk mencapai titik tolak itu lebih cepat, bukan hanya untuk  mengejar kebahagiaan diri sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitar saya. Saya  tidak boleh egois mengejar karier. Waktu dalam hidup bukan hanya untuk diri  sendiri, tetapi juga untuk orangtua, suami, dan anak-anak nantinya. Waktu yang saya miliki sekarang sangat berharga untuk orangtua yang sudah sering sakit. Nantinya, saya ingin membahagiakan orangtua, suami, dan anak nantinya dengan menjadi ibu yang baik tanpa meninggalkan berhenti bekerja. Di perusahaan sekarang, sangat memungkinkan untuk mencapai semua itu. 



Akhirnya, saya memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai kandidat MT Garuda Indonesia. Tentunya, dengan harapan ini merupakan keputusan terbaik untuk saya, keluarga, maupun Garuda Indonesia. Saya tetap bangga ada maskapai penerbangan milik negara yang terus meningkat prestasinya. Saya bangga pernah hampir menjadi bagian dari Garuda Indonesia. Semoga Garuda Indonesia tetap bisa “FLY HI” mencapai Quantum Leap-nya. 

Saya percaya, meninggalkan kesempatan baik sebagai MT Garud Indonesia, ada rezeki Allah yang lebih besar dipersiapkan untuk saya. Saya yakin banyak kesempatan besar lainnya, diantaranya menikah tahun ini dan melanjutkan S2 tahun depan. Insya Allah. Amin :) 

*dengan tetesan air mata*




Sabtu, 26 Januari 2013 ketemu Pak Emirsyah Satar di Indonesia Most Admired CEO 2013 :)

Kemarin (20/5), saya memasang logo Juventus di profile picture BBM dengan status #ForzaJuve menjelang laga final Piala Italia antara Juventus vs Napoli. 

Status saya tersebut mengundang pertanyaan dari salah seorang teman yang juga merupakan Juventini. Iseng-iseng saya menggodanya seperti yang biasa dilakukan saya dan teman-teman kepadanya pada masa kuliah dulu. Berikut ini cuplikan percakapannya :





Salah seorang teman saya, Mutia Amsuri Nasution, menjadi Pengajar Muda – Indonesia Mengajar angkatan III. Beberapa hari yang lalu, saya menerima kiriman surat dari Said Aqil Al Munawwar, siswa Mutia di SD Soro Afu, Bima, Nusa Tenggara Barat yang bercerita tentang kehidupannya di Bima.



Surat tersebut mengingatkan saya akan perbedaaan pemahaman tentang pentingnya pendidikan. Arti pentingnya pendidikan (mungkin) sudah banyak disadari oleh kita yang tinggal di kota besar, dengan lingkungan yang mendukung dan akses yang memungkinkan untuk sekolah. Tetapi tidak dengan penduduk di desa-desa kecil di pelosok Indonesia. Bagi mereka, anak-anak tidak perlu mengenyam pendidikan sampai ke jenjang yang tinggi, karena toh nantinya mereka akan menjadi petani atau sekedar menjadi pekerja biasa, meneruskan pekerjaan orang tua mereka.  Kerja untuk menghasilkan uang agar bisa makan tiga kali sehari lebih berharga ketimbang bersekolah.  Pendapat seperti itu pula yang pernah saya temukan ketika menjalankan program KKN di sebuah desa di Nusa Tenggara Timur. 

Gerakan Indonesia Mengajar hadir untuk membantu mengatasi salah satu permasalahan dalam sistem pendidikan kita tersebut.  Gerakan yang dipelopori oleh Anies Baswedan itu mencoba menggerakan anak muda Indonesia untuk turun tangan membantu membenahi persoalan pendidikan di Indonesia. Lebih lanjut tentang Indonesia Mengajar : Klik.

Saya menemukan sebuah video inspiratif buatan Edward Suhadi di Vimeo mengenai Indonesia Mengajar. Video itu memperlihatkan bagaimana perjuangan anak muda Indonesia yang bersedia ditempatkan di daerah pedalaman Indonesia selama satu tahun untuk menyebarluaskan semangat belajar. 









Video ini merupakan salah satu soundtrack dari Film Sang Pemimpi yang saya download dari Youtube.



I Love these parts :
Memang tak mudah untuk mengejar mimpi
Bila keteguhan tiada tujuan
Tetap tersenyum dan berdoa
Setinggi apa cita dan mimpimu
Yakinlah jika kau bisa meraih..